Posts

Resolusi Dalam Penataan Diri

Ketika kedua kaki ini melangkah, pasti telah mempunyai arah dan tujuan yang ditentukan sebelumnya. Begitu pula halnya dengan kehidupan, diperlukan visi yang sepadan agar tertata saat mengarungi kehidupan.  Membuat suatu target bukanlah hal yang mudah, diperlukan pemikiran dan konsep yang matang dalam perencanaannya. Seperti sebuah anak panah yang akan menancap ke sasarannya, perlu memfokuskan diri pada sasaran yang dituju dengan mengasah sistem atau teorema sebaik mungkin. Apabila target yang ingin dicapai telah jelas dan jalan menuju target yang dicapai pun telah tertata dengan baik, in syaa Allah hidup menjadi bermakna. Target-target atau lebih dikenal dengan resolusi yang harus dikejar mestilah resolusi yang berguna baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Pertama, resolusi untuk diri sendiri. Sebelumnya, resolusi muncul atas hasil evaluasi terhadap segala sesuatu yang dikerjakan sebelumnya ataupun rancangan-rancangan terbaru yang membangun seiring berkembangnya kemajuan

Tutupi Aku

(Puisi) Tutupi aku Saat aku takut Dalam terik matahari Dalam dinginnya pagi Tutupi aku Jika aku malu Melihat dunia Dengan berjuta kata Di setiap embun nafasku Kau selalu hadir dalam pilu Memelukku dengan hati yang suci Wajah berseri Seputih salju Kau bagaikan payung Meski panas menghampiri Meski hujan membasahi Kau tetap bertahan tanpa pamrih Tutupi aku dengan senyummu Di balik sakit yang ku alami Di balik kehidupan yang fana ini Wahai sahabatku Jangan pergi, jangan lari Tetaplah bersamaku Merajut persahabatan yang abadi

Negeri Kami Bukan Sembarang Negeri

(Puisi) Ketika kau masuk dan berbaur dengan kami Niscaya kau tak dapat melihat rupamu dulu Kami tarik engkau dengan tali, bukan sembarang tali Tetapi tali budaya yang amat tinggi Negeri kami bukan sembarang negeri Negeri kami pandai melukis pelangi Dengan tali silaturahmi sehangat matahari Diiringi seribu senyuman dari hati Negeri kami bukan sembarang negeri Negeri kami mampu menyatukan jiwa Dari benang-benang yang terhampar di setiap pulaunya Kami satukan melalui rajutan cinta kasih Dengan semangat yang berkobar Demi menjaga keutuhan Negeri kami bukan sembarang negeri Negeri kami dapat menciptakan keselarasan antar budaya Hanya dengan suara yang datang dari pukulan, petikan, dan tiupan Ditemani gerakan hati yang tersalur menuju raga Semua bersatu padu karenanya Negeri kami bukan sembarang negeri Negeri kami memiliki beribu mutiara Yang tersebar di aliran air yang suci Di antara tebing bumi pertiwi Dibalik keindahan tanah pus

Sungguh Bahagia

(Puisi) Ketika mentari masih tertidur Angin telah menari-nari di depan rumahku Mereka memintaku untuk segera merapikan diri, menghadap Yang Maha Tinggi Di antara malam dan pagi, seekor ayam memanggilku untuk segera pergi Ditemani matahari sebagai penunjuk jalanku Menuju bangunan dengan segudang ilmu, yaitu sekolahku Sungguh bahagia Ketika aku, dia, dan mereka bersatu Saling bahu-membahu, menghadapi jalan yang berliku Sungguh bahagia Ketika aku, dia, dan mereka ceria Tertawa sekuat tenaga, berusaha menghilangkan resah dan gelisah Ingin rasanya menghentikan waktu Tapi apalah daya, waktu yang datang haruslah ditinggalkan Biarlah kisah ini menjadi benih-benih rindu saat hati sedang membisu Palembang, 29 Mei 2014

Negeri Ini Menangis

(Puisi) Apakah ada bagian dari Indonesia Yang bebas akan seksualitas Satu saja Bukankah tanah air kita Adalah negara yang berbudaya tinggi? Bukankah tanah air kita Penuh dengan kesopanan? Lantas mengapa Para kawula muda Berbuat sesuatu yang dilarang agama? Apa kau tak tahu Negeri ini menangis Negeri ini memberontak Akan perilaku yang hancur seperti ini Dari barat hingga ke timur Dari utara hingga ke selatan Aku mencari Dan terus mencari Wilayah yang ada di Indonesia ini Yang pantas menjadi motivasi Berteman Ya, berteman Apakah berteman adalah penyebabnya? Apakah berteman itu salah? Kurasa tidak Tetapi... Cara berteman yang melewati ambang batas Menjadi masalahnya Dunia ini penuh dengan teka-teki Penuh misteri Tapi bukan seperti ini Yang perlu diteliti Waktu terbuang percuma Kehidupan sia-sia Masa depan, gelap gulita

Negeri Seribu Matahari

(Puisi) Pemimpin, pemimpin Hampir setiap hari Setiap waktu Selalu terdengar di telingaku Akan tetapi Kata yang selalu kudengar itu Terkadang menyesakkan hati Namun, tak sedikit pula Yang membuatku bahagia Berdetak kagum karenanya Mulut ini mungkin tak pandai bicara Tetapi hati ini mengerti Akan kerasnya hidup ini Adakah di antara kalian Pemimpin sejati? Yang penuh belas kasih Datang kemari Kami memilih bukan sekedar memilih Kami memilih dengan segenggam harapan Dari sejuta keinginan kami Hanya satu yang paling berarti bagi kami Apabila kalian, para pemimpin Menjalankan amanah dari kami dengan setulus hati Tulus ikhlas tanpa pamrih Rela berkorban demi kami Dengan hati yang suci Serta, mengubah negeri ini menjadi negeri seribu matahari

Sedetik Elusan

(Puisi)  Aku menangis, aku sakit Terasa sesak di dada Isak tangis tak dapat kuduga Pedang menusuk ke dalam lara hati Dari sesaknya dada, dari sakitnya hati Tak ada penangkal sebetulnya Tak obat sebenarnya Namun seketika, Tuhan memberiku obat yang tiada duanya Penangkal yang ampuh sejagat raya Yaitu mereka, orang tua Tak ada yang menjualnya Hanya cinta yang mampu memberikan semua Tak perlu mengeluarkan harta Tak perlu mengorbankan nyawa Dengan sedetik elusan yang penuh cinta Jiwa ini sehat seketika Dengan sedetik elusan yang penuh makna Selalu berarti sepanjang masa Dengan sedetik elusan yang penuh hangat Membawa raga kembali bersemangat Meskipun sedetik saja Aku tak mau kehilangan momen berharga Mendapat elusan ayah dan bunda Yulivia Rhadita Savitri, lahir di Palembang 22 Januari 1999. Hobi menulis dan mengarang. Pendidikan sejak di bangku Taman Kanak-kanak, SD, SMP. Sekarang  sedang menempuh pendidikan pada jenjang SMA sejak t